UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 3 TAHUN 1992
TENTANG
JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa pembangunan nasional sebagai
pengamalan Pancasila dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia
seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya, untuk mewujudkan
suatu masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata baik materiil maupun
spiritual;
b. bahwa dengan semakin meningkatnya peranan
tenaga kerja dalam perkembangan pembangunan nasional di seluruh tanah air dan
semakin meningkatnya penggunaan teknologi di berbagai sektor kegiatan usaha
dapat mengakibatkan semakin tinggi risiko yang mengancam keselamatan, kesehatan
dan kesejahteraan tenaga kerja, sehingga perlu upaya peningkatan perlindungan
tenaga kerja;
c. bahwa perlindungan tenaga kerja yang
melakukan pekerjaan baik dalam hubungan kerja maupun di luar hubungan kerja melalui
program jaminan sosial tenaga kerja, selain memberikan ketenangan kerja juga mempunyai
dampak positif terhadap usaha-usaha peningkatan disiplin dan produktivitas
tenaga kerja;
d. bahwa Undang-undang Nomor 2 Tahun 1951
tentang Pernyataan Berlakunya Undang-undang Kecelakaan Tahun 1947 Nomor 33 dari
Republik Indonesia untuk seluruh Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 3)
dan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1977 tentang Asuransi Sosial Tenaga
Kerja (Lembaran Negara Tahun 1977 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3112) belum mengatur secara lengkap jaminan sosial tenaga kerja serta tidak
sesuai lagi dengan kebutuhan;
e. bahwa untuk mencapai maksud tersebut perlu
ditetapkan Undang-undang yang mengatur penyelenggaraan jaminan sosial tenaga
kerja;
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1) dan Pasal
27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang
Pernyataan Berlakunya Undang-undang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 Nomor 23
dari Republik Indonesia untuk seluruh Indonesia
(Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 4);
3. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang
Ketentuanketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja (Lembaran Negara Tahun 1969
Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2912);
4. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 2918);
5. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1981 tentang
Wajib Lapor Ketenagakerjaan di Perusahaan (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 39,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3201);
Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG JAMINAN SOSIAL TENAGA
KERJA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah suatu
perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai
pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan
sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa
kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua, dan meninggal dunia.
2. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu
melakukan pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja, guna
menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
3. Pengusaha adalah:
a. orang, persekutuan atau badan
hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;
b. orang, persekutuan atau badan
hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;
c. orang, persekutuan
atau badan hukum yang berada
di Indonesia, mewakili perusahaan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
4. Perusahaan adalah setiap bentuk badan usaha
yang mempekerjakan tenaga kerja dengan tujuan mencari untung atau tidak, baik
milik swasta maupun milik negara.
5. Upah adalah suatu penerimaan sebagai imbalan
dari pengusaha kepada tenaga kerja untuk sesuatu pekerjaan yang telah atau akan
dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang ditetapkan menurut suatu
perjanjian, atau peraturan perundang-undangan dan dibayarkan atas dasar suatu
perjanjian kerja antara pengusaha dengan tenaga kerja, termasuk tunjangan, baik
untuk tenaga kerja sendiri maupun keluarganya.
6. Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang
terjadi berhubungan dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yang timbul karena
hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan
berangkat dari rumah menuju tempat kerja, dan pulang ke rumah melalui jalan
yang biasa atau wajar dilalui.
7. Cacad adalah keadaan hilang atau
berkurangnya fungsi anggota badan yang secara langsung atau tidak langsung
mengakibatkan hilang atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan.
8. Sakit adalah setiap gangguan kesehatan yang
memerlukan pemeriksaan, pengobatan, dan/atau perawatan.
9. Pemeliharaan kesehatan adalah upaya
penanggulangan dan pencegahan gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan,
pengobatan, dan/atau perawatan termasuk kehamilan dan persalinan.
10. Pegawai pengawas ketenagakerjaan adalah
pegawai teknis berkeahlian khusus dari Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk
oleh Menteri.
11. Badan penyelenggara adalah badan hukum yang
bidang usahanya menyelenggarakan program jaminan sosial tenaga kerja.
12. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab
dalam bidang ketenagakerjaan.
Pasal 2
Usaha sosial dan usaha-usaha lain yang tidak berbentuk
perusahaan diperlakukan sama dengan perusahaan, apabila mempunyai pengurus dan
mempekerjakan orang lain sebagaimana layaknya perusahaan mempekerjakan tenaga
kerja.
BAB II
PENYELENGGARAAN JAMINAN SOSIAL
TENAGA KERJA
Pasal 3
(1) Untuk memberikan perlindungan kepada tenaga
kerja diselenggarakan program jaminan sosial tenaga kerja yang pengelolaannya
dapat dilaksanakan dengan mckanisme asuransi.
(2) Setiap tenaga kerja berhak atas jaminan
sosial tenaga kerja.
(3) Persyaratan dan tata cara penyelenggaraaan
program jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 4
(1) Program jaminan sosial tenaga kerja
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 wajib dilakukan oleh setiap perusahaan bagi
tenaga kerja yang melakukan pekerjaan di dalam hubungan kerja sesuai dengan
ketentuan Undang-undang ini.
(2) Program jaminan sosial tenaga kerja bagi
tenaga kerja yang melakukan pekerjaan di luar hubungan kerja diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 5
Kebijaksanan dan pengawasan umum program jaminan sosial
tenaga kerja ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
BAB III
PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA
Bagian Pertama
Ruang Lingkup
Pasal 6
(1) Ruang lingkup program jaminan sosial tenaga
kerja dalam Undang-undang ini meliputi:
a. Jaminan Kecelakaan Kerja;
b. Jaminan Kematian;
c. Jaminan Hari Tua;
d. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan.
(2) Pengembangan program jaminan sosial tenaga
kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 7
(1) Jaminan sosial tenaga kerja sebagiamana
dimaksud dalam Pasal 6 diperuntukkan bagi tenaga kerja.
(2) Jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana
dimaksud dalam pasal 6 huruf d berlaku pula untuk keluarga tenaga kerja.
Bagian Kedua
Jaminan Kecelakaan Kerja
Pasal 8
(1) Tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja
berhak menerima Jaminan Kecelakaan Kerja.
(2) Termasuk tenaga kerja dalam Jaminan
Kecelakaan Kerja ialah:
a. magang dan murid yang bekerja pada perusahaan
baik yang menerima upah maupun tidak;
b. mereka yang
memborong pekerjaan kecuali jika yang
memborong adalah perusahaan;
c. narapidana yang dipekerjakan di perusahaan.
Pasal 9
Jaminan Kecelakaan Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal
8 ayat (1) meliputi:
a. biaya
pengangkutan;
b. biaya
pemeriksaan, pengobatan, dan/atau perawatan;
c. biaya
rehabilitasi;
d. santunan berupa
uang yang meliputi:
1. santunan sementara tidak mampu bekerja;
2. santunan cacad sebagian untuk selama-lamanya;
3. santunan cacad total untuk selama-lamanya baik fisik
maupun mental.
4. santunan kematian.
Pasal 10
(1) Pengusaha wajib melaporkan kecelakaan kerja
yang menimpa tenaga kerja kepada Kantor Departemen Tenaga Kerja dan Badan
Penyelenggaraan dalam waktu tidak lebih dari 2 kali 24 jam.
(2) Pengusaha wajib melaporkan kepada Kantor
Departemen Tenaga Kerja dan Badan Penyelenggara dalam waktu tidak lebih dari 2
kali 24 jam setelah tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan oleh dokter yang
merawatnya dinyatakan sembuh, cacad atau meninggal dunia.
(3) Pengusaha wajib mengurus hak tenaga kerja
yang tertimpa kecelakaan kerja kepada Badan Penyelenggara sampai memperoleh
hak-haknya.
(4) Tata cara dan bentuk laporan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 11
Daftar jenis penyakit yang timbul karena hubungan kerja
serta perubahannya ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Bagian Ketiga
Jaminan Kematian
Pasal 12
(1) Tenaga kerja yang meninggal dunia bukan
akibat kecelakaan kerja, keluarganya berhak atas Jaminan Kematian.
(2) Jaminan Kematian sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) meliputi:
a. biaya pemakaman;
b. santunan berupa uang.
Pasal 13
Urutan penerima yang diutamakan dalam pembayaran santunan
kematian dan Jaminan Kematian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf d butir
4 dan Pasal 12 ialah:
a. janda atau duda;
b. anak;
c. orang tua;
d. cucu;
e. kakek atau nenck;
f. saudara kandung;
g. mertua.
Bagian Keempat
Jaminan Hari Tua
Pasal 14
(1) Jaminan Hari Tua dibayarkan secara sekaligus,
atau berkala, atau sebagian dan berkala, kepada tenaga kerja karena:
a. telah mencapai usia 55 (lima puluh lima) tahun, atau
b. cacad total tetap setelah ditetapkan oleh dokter.
(2) Dalam hal tenaga kerja meninggal dunia,
Jaminan Hari Tua dibayarkan kepada janda atau duda atau anak yatim piatu.
Pasal 15
Jaminan Hari Tua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14
dapat dibayarkan sebelum tenaga kerja mencapai usia 55 (lima puluh lima) tahun,
sctelah mcncapai masa kepesertaan tertentu, yang diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Bagian Kelima
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Pasal 16
(1) Tenaga kerja, suami atau isteri, dan anak
berhak memperoleh Jaminan Pemeliharaan Kesehatan.
(2) Jaminan Pemeliharaan Kesehatan meliputi:
a. rawat jalan tingkat pertama;
b. rawat jalan tingkat lanjutan;
c. rawat inap;
d. pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan;
e. penunjang diagnostik;
f. pelayanan khusus;
g. pelayanan gawat darurat.
BAB IV
KEPESERTAAN
Pasal 17
Pengusaha dan tenaga kerja wajib ikut serta dalam program
jaminan sosial tenaga kerja.
Pasal 18
(1) Pengusaha wajib memiliki daftar tenaga kerja
beserta keluarganya, daftar upah beserta perubahan-perubahan, dan daftar
kecelakaan kerja di perusahaan atau bagian perusahaan yang berdiri sendiri.
(2) Selain kewajiban sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), pengusaha wajib menyampaikan data ketenagakerjaan dan data perusahaan
yang berhubungan dengan penyelenggaraan program jaminan sosial tenaga kerja
kepada Badan Penyelenggara.
(3) Apabila pengusaha dalam menyampaikan data
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) terbukti tidak benar, sehingga
mengakibatkan ada tenaga kerja yang tidak terdaftar sebagai peserta program
jaminan sosial tenaga kerja, maka pengusaha wajib memberikan hak-hak tenaga
kerja sesuai dengan ketentuan Undang-undang ini.
(4) Apabila pengusaha dalam menyampaikan data
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) terbukti tidak benar, sehingga
mengakibatkan kekurangan pembayaran jaminan kepada tenaga kerja, maka pengusaha
wajib memenuhi kekurangan jaminan tersebut.
(5) Apabila pengusaha dalam menyampaikan data
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) terbukti tidak benar, sehingga
mengakibatkan kelebihan pembayaran jaminan, maka pengusaha wajib mengembalikan
kelebihan tersebut kepada Badan Penyelenggara.
(6) Bentuk daftar tenaga kerja, daftar upah,
daftar kecelakaan kerja yang dimuat dalam buku, dan tata cara penyampaian data
ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh
Menteri.
Pasal 19
(1) Pentahapan kepesertaan program jaminan sosial
tenaga kerja ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Dalam hal perusahaan belum ikut serta dalam
program jaminan sosial tenaga kerja disebabkan adanya pentahapan kepesertaan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka pengusaha wajib memberikan Jaminan Kecelakaan
Kerja kepada tenaga kerjanya sesuai dengan Undang-undang ini.
(3) Tata cara pelaksanaan hak tenaga kerja
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan oleh Menteri.
BAB V
IURAN, BESARNYA JAMINAN, DAN TATA CARA PEMBAYARAN
Pasal 20
(1) Iuran Jaminan Kecelakaan Kerja, luran Jaminan
Kematian, dan Iuran Jaminan Pemeliharaan Kesehatan ditanggung oleh pengusaha.
(2) Iuran Jaminan Hari Tua ditanggung oleh
pengusaha dan tenaga kerja.
Pasal 21
Besarnya iuran, tata cara, syarat pembayaran, besarnya denda,
dan bentuk iuran
program jaminan sosial tenaga kerja ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 22
(1) Pengusaha wajib membayar iuran dan melakukan
pemungutan iuran yang menjadi kewajiban tenaga kerja melalui pemotongan upah
tenaga kerja serta membayarkan kepada Badan Penyelenggara dalam waktu yang
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Dalam hal keterlambatan pembayaran iuran
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 23
Besarnya dan tata cara pembayaran Jaminan Kecelakaan
Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua,dan tata cara pelayanan Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 24
(1) Perhitungan besarnya Jaminan Kecelakaan Kerja
yang harus dibayarkan kepada tenaga kerja dilakukan oleh Badan Penyelenggara
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Dalam hal perhitungan besarnya Jaminan
Kecelakaan Kerja tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), maka Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan menghitung kembali dan menetapkan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Menteri menetapkan kecelakaan kerja, dan
besarnya jaminan yang belum tercantum dalam peraturan pelaksanaan Undang-undang
ini.
(4) Perbedaan pendapat dan perhitungan besarnya
jumlah jaminan Kecelakaan Kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat
(2) penyelesaiannya ditetapkan oleh Menteri.
BAB VI
BADAN PENYELENGGGARA
Pasal 25
(1) Penyelenggaraan program jaminan sosial tenaga
kerja dilakukan oleh Badan Penyelenggara.
(2) Badan Penyelenggara sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), adalah Badan Usaha Milik Negara yang dibentuk dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(3) Badan Usaha Milik Negara sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2), dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya mengutamakan pelayanan
kepada peserta dalam rangka peningkatan perlindungan dan kesejahteraan tenaga
kerja beserta keluarganya.
Pasal 26
Badan Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25
ayat (2), wajib membayar jaminan sosial tenaga kerja dalam waktu tidak lebih
dari 1 (satu) bulan.
Pasal 27
Pengendalian terhadap penyelenggaraan program jaminan
sosial tenaga kerja oleh Badan Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam Pasal
25 dilakukan oleh
Pemerintah, sedangkan dalam pengawasan mengikutsertakan
unsur pengusaha dan unsur tenaga kerja, dalam wadah yang menjalankan fungsi
pegawasan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 28
Penempatan investasi dan pengelolaan dana program jaminan
sosial tenaga kerja oleh Badan Penyclenggara diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
BAB VII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 29
(1) Barang siapa tidak memenuhi kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1); Pasal 10 ayat (1), ayat (2), dan
ayat (3); Pasal 18 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5); Pasal
19 ayat (2); Pasal 22 ayat (1); dan Pasal 26, diancam dengan hukuman kurungan
selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 50.000.000,-
(lima puluh juta rupiah).
(2) Dalam hal pengulangan tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) untuk kedua kalinya atau lebih, setelah
putusan akhir telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka pelanggaran tersebut
dipidana kurungan selama-lamanya 8 (delapan) bulan.
(3) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) adalah pelanggaran.
Pasal 30
Dengan tidak mengurangi ketentuan pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dan ayat (2) terhadap pengusaha, tenaga kerja,
dan Badan Penyelenggara yang tidak memenuhi ketentuan Undang-undang ini dan
peraturan pelaksanaannya dikenakan sanksi administratif, ganti rugi, atau denda
yang akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VIII
PENYIDIKAN
Pasal 31
(1) Selain penyidik pejabat Polisi Negara
Republik Indonesia, juga kepada pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di
Departemen yang tugas dan tanggung jawabnya meliputi ketenagakerjaan, diberi
wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor
8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209) untuk melakukan penyidikan tindak pidana
sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
berwenang
a. melakukan penelitian atas kebenaran laporan
atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang jaminan sosial tenaga
kerja;
b. melakukan penelitian terhadap orang atau badan
yang diduga melakukan tindak pidana di bidang jaminan sosial tenaga kerja;
c. meminta keterangan dan barang bukti dari orang
atau badan sehubungan dengan peristiwa tindak pidana di bidang jaminan sosial
tenaga kerja;
d. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang
diduga terdapat barang bukti dan melakukan penyitaan terhadap barang yang dapat
dijadikan barang bukti dalam perkara tindak pidana di bidang jaminan sosial
tenaga kerja;
e. melakukan tindakan pertama pada saat di tempat
kejadian sehubungan dengan tindak pidana di bidang jaminan sosial tenaga kerja.
BAB IX
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 32
Kelebihan pembayaran jaminan yang telah diterima oleh
yang berhak tidak dapat
diminta kembali.
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 33
(1) Selama peraturan perundang-undangan sebagai
pelaksanaan Undang-undang ini belum dikeluarkan, maka semua peraturan
perundang-undangan yang mengatur program asuransi sosial tenaga kerja, dan
penyclenggaraannya yang ada pada waktu Undang-undang ini mulai berlaku, telah
berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini.
(2) Selama peraturan perundang-undangan sebagai
pelaksanaan Undang-undang ini belum dikeluarkan, maka perusahaan yang telah
menyelenggarakan program asuransi sosial tenaga kerja dan jaminan sosial tenaga
kerja lainnya tetap melaksanakannya.
(3) Tenaga kerja yang telah menjadi tertanggung
atau peserta dalam program asuransi sosial tenaga kerja dan jaminan sosial
tenaga kerja lainnya dengan berlakunya Undang-undang ini tidak boleh dirugikan.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 34
Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, maka
Undang-undang Nomor 2 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-undang
Kecelakaan Tahun 1947 Nomor 33 dari Republik Indonesia untuk seluruh Indonesia
(Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 3) dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 35
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memcrintahkan
pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 17 Pebruari 1992
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 17 Pebruari 1992
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
MOERDIONO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1992 NOMOR: 14
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 3 TAHUN 1992
TENTANG
JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA
UMUM
Pembangunan sektor ketenagakerjaan sebagai bagian dari
upaya pembangunan sumberdaya manusia merupakan salah satu bagian yang tak
terpisahkan dengan pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila, dan
pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945, diarahkan pada peningkatan harkat,
martabat dan kemampuan manusia, serta kepercayaan pada diri sendiri dalam
rangka mewujudkan masyarakat sejahtera, adil, dan makmur baik materiil maupun
spiritual.
Peranserta tenaga kerja dalam pembangunan nasional
semakin meningkat dengan disertai berbagai tantangan dan risiko yang
dihadapinya. Oleh karena itu kepada tenaga kerja perlu diberikan perlindungan,
pemeliharaan dan peningkatan kesejahteraannya, sehingga pada gilirannya akan
dapat meningkatkan produktivitias nasional.
Bentuk perlindungan, pemeliharaan, dan peningkatan
kesejahteraan dimaksud diselenggarakan dalam bentuk program jaminan sosial
tenaga kerja yang bersifat
dasar, dengan berasaskan usaha bersama, kekeluargaan, dan
gotong-royong sebagaimana terkandung dalam jiwa dan semangat Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945.
Pada dasarnya program ini menekankan pada perlindungan
bagi tenaga kerja yang relatif mempunyai kedudukan yang lebih lemah. Oleh
karena itu pengusaha memikul tanggung jawab utama, dan secara moral pengusaha
mempunyai kewajiban untuk meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan tenaga
kerja. Di samping itu, sudah sewajarnya apabila tenaga kerja juga berperan
aktif dan ikut bertanggung jawab atas pelaksanaan program jaminan sosial tenaga
kerja demi terwujudnya perlindungan tenaga kerja dan keluarganya dengan baik.
Sudah menjadi kodrat, bahwa manusia itu berkeluarga dan
berkewajiban menanggung kebutuhan keluarganya. Oleh karenanya, kesejahteraan
yang perlu dikembangkan bukan hanya bagi tenaga kerja sendiri, tetapi juga bagi
keluarganya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam arti luas,
yang harus tetap terpelihara termasuk pada saat tenaga kerja kehilangan
sebagian atau seluruh penghasilannya sebagai akibat terjadinya risiko-risiko
sosial antara lain kecelakaan kerja, sakit, meninggal dunia, dan hari tua.
Dalam rangka menciptakan landasan untuk meningkatkan
kesejahteraan dan perlindungan tenaga kerja, Undang-undang ini mengatur
penyelenggaraan jaminan sosial tenaga kerja sebagai perwujudan pertanggungan
sosial sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja.
Pada hakekatnya program jaminan sosial tenaga kerja ini
memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga
sebagai pengganti sebagian atau seluruh penghasilan yang hilang.
Jaminan sosial tenaga kerja mempunyai beberapa aspek,
antara lain:
a. memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi
kebutuhan hidup minimal bagi tenaga kerja beserta keluarganya;
b. merupakan penghargaan kepada tenaga kerja yang
telah menyumbangkan tenaga (dan pikirannya kepada perusahaan tempat mereka
bekerja.
Penyelenggaraan jaminan sosial tenaga kerja dimaksudkan
dalam Undang-undang ini sebagai pelaksanaan Pasal 10 dan Pasal 15 Undang-undang
Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja
yang meliputi Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua, dan
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan. Akan tetapi mengingat objek yang mendapat
jaminan sosial tenaga kerja yang diatur dalam Undang-undang ini diprioritaskan
bagi tenaga kerja yang bekerja pada perusahaan, perorangan dengan menerima
upah, maka kepada tenaga kerja di luar hubungan kerja atau dengan kata lain
tidak bekerja pada perusahaan, pengaturan tentang jaminan sosial tenaga kerjanya
akan diatur tersendiri dengan Peraturan Pemerintah.
Adapun ruang lingkup yang diatur di dalam Undang-undang
ini meliputi:
1. Jaminan
Kecelakaan Kerja.
Kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja merupakan
risiko yang dihadapi oleh tenaga kerja yang melakukan pekerjaan. Untuk
menanggulangi hilangnya sebagian atau seluruh penghasilannya yang diakibatkan
oleh kematian atau cacad karena kecelakaan kerja baik fisik maupun mental, maka
perlu adanya jaminan Kecelakaan Kerja.
Mengingat gangguan mental akibat kecelakaan kerja
sifatnya sangat relatif sehingga sulit ditetapkan derajat cacadnya, maka
jaminan atau santunan hanya diberikan dalam hal terjadinya cacad mental tetap
yang mengakibatkan tenaga kerja yang bersangkutan tidak bisa bekerja lagi.
2. Jaminan
Kematian.
Tenaga Kerja yang meninggal dunia bukan akibat kecelakaan
kerja akan mengakibatkan terputusnya penghasilan, dan sangat berpengaruh pada
kehidupan sosial ekonomi bagi keluarga yang ditinggalkan. Oleh karena itu,
diperlukan Jaminan Kematian dalam upaya meringankan beban keluarga baik dalam
bentuk biaya pemakaman maupun santunan berupa uang.
3. Jaminan Hari
Tua.
Hari tua dapat mengakibatkan terputusnya upah karena
tidak lagi mampu bekerja.
Akibat terputusnya upah tersebut dapat menimbulkan kerisauan
bagi tenaga kerja dan mempengaruhi ketenangan kerja sewaktu mereka masih
bekerja, terutama bagi mereka yang penghasilannya rendah. Jaminan Hari Tua
memberikan kepastian penerimaan penghasilan yang dibayarkan sekaligus dan atau
berkala pada saat tenaga kerja mencapai usia 55 (lima puluh lima) tahun atau
memenuhi persyaratan tertentu.
4. Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan.
Pemeliharaan kesehatan dimaksudkan untuk meningkatkan
produktivitas tenaga kerja sehingga dapat melaksanakan tugas sebaik-baiknya dan
merupakan upaya kesehatan di bidang penyembuhan (kuratif). Oleh karena, upaya
penyembuhan memerlukan dana yang tidak sedikit dan memberatkan jika dibebankan
kepada perorangan, maka sudah selayaknya diupayakan penanggulangan kemampuan masyarakat
melalui program jaminan sosial tenaga kerja. Di samping itu pengusaha tetap
berkewajiban mengadakan pemeliharaan kesehatan tenaga kerja yang meliputi upaya
peningkatan (promotif), pencegahan (preventif), penyembuhan (kuratif), dan
pemulihan (rehabilitatif). Dengan demikian diharapkan tercapainya derajat
kesehatan tenaga kerja yang optimal sebagai potensi yang produktif bagi pembangunan.
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan selain untuk tenaga kerja yang bersangkutan juga
untuk keluarganya.
Mengingat Jaminan sosial tenaga kerja merupakan program
lintas sektoral yang saling mempengaruhi dengan usaha peningkatan kesejahteraan
sosial lainnya, maka program jaminan sosial tenaga kerja dilaksanakan secara
bertahap dan saling menunjang dengan usaha-usaha pelayanan masyarakat dalam bidang
kesehatan, kesempatan kerja, keselamatan dan kesehatan kerja.
Pengawasan terhadap Undang-undang ini, dan peraturan
pelaksanaannya dilakukan oleh Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan sebagaimana
dimaksud dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya
Undang-undang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 Nomor 23 dan Undang-undang Nomor
1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Angka 1 sampai dengan Angka 12
Cukup jelas
Pasal 2
Yang dimaksud dengan usaha sosial dan usaha-usaha lain
yang diperlakukan sama dengan perusahaan adalah yayasan, badan-badan,
lembaga-lembaga ilmiah serta badan usaha lainnya dengan nama apapun yang
mempunyai pengurus dan mempekerjakan tenaga kerja.
Pasal 3
Ayat (1)
Dalam penyelenggaraan program jaminan sosial tenaga kerja
ini dapat digunakan mekanisme asuransi untuk menjamin solvabilitas dan
kecukupan dana guna memenuhi hak-hak peserta dan kewajiban lain dari Badan
Penyelenggara dengan tidak meninggalkan watak sosialnya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 4
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan tenaga kerja yang melakukan
pekerjaan di dalam hubungan kerja adalah orang yang bekerja pada setiap bentuk
usaha (perusahaan ) atau perorangan dengan menerima upah termasuk tenaga harian
lepas, borongan, dan kontrak. Mengingat jaminan sosial tenaga kerja merupakan
hak dari tenaga kerja, maka ketentuan ini menegaskan bahwa setiap perusahaan
atau perorangan wajib menyelenggarakannya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Ayat (1)
Lihat Penjelasan Umum
Ayat (2)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mengatur jaminan sosial
tenaga kerja lainnya yang dapat diberikan kepada tenaga kerja dalam rangka
meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan tenaga kerja itu sendiri, beserta
keluarganya antara lain program jaminan pesangon sebagai akibat pemutusan
hubungan kerja.
Pasal 7
Ayat (1)
Tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, setiap saat
menghadapi risiko sosial berupa peristiwa yang dapat mengakibatkan berkurangnya
atau hilangnya penghasilan. Oleh karena itu, perlu adanya peningkatan
perlindungan tenaga kerja dalam program jaminan sosial tenaga kerja yang
bertujuan untuk memberikan ketenangan bekerja dan menjamin kesejahteraan tenaga
kerja berserta keluarganya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Magang merupakan tenaga kerja yang secara nyata belum
penuh menjadi tenaga kerja atau karyawan suatu perusahaan, tetapi telah
melakukan pekerjaan di perusahaan.
Demikian pula murid atau siswa yang melakukan pekerjaan
dalam rangka kerja praktek, berhak atas Jaminan Kecelakaan Kerja apabila
tertimpa kecelakaan kerja.
Huruf b
Pemborong yang bukan pengusaha dianggap bekerja pada
pengusaha yang memborongkan pekerjaan.
Huruf c
Narapidana yang dipekerjakan pada perusahaan perlu diberi
perlindungan berupa jaminan Kecelakaan Kerja, jika tertimpa kecelakaan kerja.
Pasal 9
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Santunan berupa uang diberikan kepada tenaga kerja atau
keluarganya. Pembayaran santunan ini pada prinsipnya diberikan secara berkala
dengan maksud agar tenaga kerja atau keluarganya dapat memenuhi sebagian
kebutuhan hidupnya secara terus menerus.
Selain pembayaran santunan secara berkala dapat juga
diberikan sekaligus. Hal ini dimaksudkan untuk mendorong ke arah kegiatan yang
bersifat produktif dalam upaya meningkatkan kesejahteraannya.
Pasal 10
Ayat (1)
Di samping pengusaha wajib melaporkan kejadian
kecelakaan, maka keluarga, Serikat Pekerja, kawan-kawan sekerja serta
masyarakat dibenarkan memberitahukan kejadian kecelakaan tersebut kepada Kantor
Departemen Tenaga Kerja dan Badan Penyelenggara.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan keluarga yang ditinggalkan adalah
isteri atau suami, keturunan sedarah dari tenaga kerja menurut garis lurus ke
bawah, dan garis lurus ke atas, dihitung sampai derajat kedua termasuk anak
yang disahkan. Apabila garis lurus ke atas dan ke bawah tidak ada, diambil
garis ke samping dan mertua. Bagi tenaga kerja yang tidak mempunyai keluarga,
hak atas Jaminan Kematian dibayarkan kepada pihak yang mendapat surat wasiat
dari tenaga kerja yang bersangkutan atau perusahaan untuk pengurusan pemakaman.
Dalam hal magang atau murid, mereka yang memborong pekerjaan,
dan narapidana meninggal dunia bukan karena akibat kecelakaan kerja, maka
keluarga yang ditinggalkan tidak berhak atas Jaminan Kematian.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan biaya pemakaman antara lain
pembelian tanah, peti mayat, kain kafan , transportasi, dan lain-lain yang
bersangkutan dengan tata cara pemakaman sesuai dengan adat-istiadat, agama dan
kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta kondisi daerah masing-masing
tenaga kerja yang bersangkutan.
Huruf b
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Dalam hal tenaga kerja meninggal dunia, maka hak atas
Jaminan Hari Tua yang dibayarkan secara berkala, diberikan kepada janda atau
duda, atau anak yatim piatu.
Apabila tenaga kerja meninggal dunia sebelum hak Jaminan
Hari Tua timbul, maka. Hak atas Jaminan Hari Tua tersebut diberikan kepada
janda atau duda, atau anak yatim piatu secara sekaligus atau berkala.
Yang dimaksud dengan yatim piatu adalah anak yatim atau
anak piatu, yang ada pada saat janda atau duda meninggal dunia masih menjadi
tanggungan janda atau duda tersebut.
Pasal 15
Yang dimaksud dengan masa kepesertaan tertentu adalah
jangka waktu tenaga kerja telah mencapai masa kepesertaan sekurang-kurangnya 5
(lima) tahun. Pembayaran Jaminan Hari Tua berdasarkan masa kepesertaan tertentu
dapat diberikan kepada tenaga kerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja.
Pasal 16
Ayat (1)
Upaya pemeliharaan kesehatan meliputi aspek-aspek
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif secara tidak terpisah-pisah.
Namun demikian khusus untuk Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi tenaga kerja
lebih ditekankan pada aspek kuratif dan rehabilitatif tanpa mengabaikan dua
aspek lain.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan rawat jalan tingkat pertama adalah
semua jenis pemeliharaan kesehatan perorangan yang dilakukan di Pelaksana
Pelayanan kesehatan tingkat pertama.
Huruf b
Yang dimaksud dengan rawat jalan tingkat lanjutan adalah
semua jenis pemeliharaan kesehatan perorangan yang merupakan rujukan (lanjutan)
dari Pelaksana Pelayanan Kesehatan rawat jalan tingkat pertama.
Huruf c
Yang dimaksud dengan rawat inap adalah pemeliharaan
kesehatan rumah sakit dimana penderita tinggal/mondok sedikitnya satu hari
berdasarkan rujukan dari Pelaksana Pelayanan Kesehatan atau rumah sakit Pelaksana
Pelayanan Kesehatan lain.
Pelaksana Pelayanan Kesehatan rawat inap:
1. rumah sakit pemerintah pusat dan daerah;
2. rumah sakit swasta yang ditunjuk.
Huruf d
Yang dimaksud dengan pemeriksaan kehamilan dan
pertolongan persalinan adalah pertolongan persalinan normal, tidak normal
dan/atau gugur kandungan.
Huruf e
Yang dimaksud dengan penunjang diagnostic adalah semua
pemeriksaan dalam rangka menegakkan diagnosa yang dipandang perlu oleh
pelaksana pengobatan lanjutan dan dilaksanakan di bagian diagnostic, rumah
sakit atau di fasilitas khusus untuk itu, meliputi:
1. pemeriksaan laboratorium;
2. pemeriksaan radiologi;
3. pemeriksaan penunjang diagnosa lain.
Huruf f
Yang dimaksud dengan pelayanan termasuk perawatan khusus
adalah pemeliharaan kesehatan yang memerlukan perawatan khusus bagi penyakit
tertentu serta pemberian alat-alat organ tubuh agar dapat berfungsi seperti
semula, yang meliputi:
1. kaca mata;
2. prothese gigi;
3. alat bantu dengar;
4. prothese anggota gerak;
5. prothese mata.
Huruf g
Yang dimaksud dengan keadaan gawat darurat adalah suatu
keadaan yang
memerlukan pemeriksaan medis segera, yang apabila tidak
dilakukan akan
menyebabkan hal yang fatal bagi penderita.
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Ayat (1)
Daftar keluarga merupakan keterangan penting sebagai
bahan untuk menetapkan siapa yang berhak atas jaminan atau santunan. Hal ini
untuk mencegah agar hak tersebut tidak jatuh kepada orang lain yang bukan
keluarganya.
Daftar upah diperlukan untuk menentukan besarnya iuran
dan jaminan atau santunan yang menjadi hak tenaga kerja. Daftar kecelakaan
kerja diperlukan untuk mengetahui tingkat keparahan dan frekuensi kecelakaan
kerja di perusahaan yang gunanya untuk tindakan preventif dan pelaksanaan
pembayaran jaminan atau santunan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 19
Ayat (1)
Sesuai dengan tahap perkembangan pembangunan nasional
yang berpengaruh terhadap kemampuan masyarakat pada umumnya dan perusahaan pada
khususnya dalam membiayai program jaminan sosial tenaga kerja maupun kemampuan administrasi,
dipandang perlu diadakan pentahapan kepesertaan.
Ayat (2)
Pada prinsipnya semua tenaga kerja berhak mendapatkan
perlindungan jaminan sosial tenaga kerja.
Dengan adanya pentahapan kepesertaan dan tidak
diberlakukannya lagi Undang-undang Nomor 2 Tahun 1951 tentang Pernyataan
Berlakunya Undang-undang Kecelakaan Tahun 1947 Nomor 33 dari Republik Indonesia
untuk seluruh Indonesia, maka terdapat tenaga kerja yang tidak mendapatkan
perlindungan terhadap risiko kecelakaan kerja.
Sesuai dengan prinsip risiko pekerjaan (risque
profesionnel) dimana risiko ditimpa kecelakaan dalam menjalankan pekerjaan
merupakan tanggung jawab pengusaha, maka pengusaha yang belum ikut serta dalam
program jaminan sosial tenaga kerja tetap bertanggung jawab atas Jaminan
Kecelakaan Kerja bagi tenaga kerjanya.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 20
Ayat (1)
Kecelakaan kerja pada dasarnya merupakan suatu risiko
yang seharusnya menjadi tanggung jawab pengusaha. Oleh karena itu, pembiayaan-program
ini sepenuhnya ditanggung oleh pengusaha, sedangkan jaminan sosial tenaga kerja
lebih menekankan kepada aspek kemanusiaan, dimana pengusaha perlu memperhatikan
nasib tenaga kerja serta keluarganya. Oleh karena itu, beban Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan dan Jaminan Kematian (ditanggung oleh pengusaha.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Dalam hal pengusaha yang telah mempunyai itikad baik
untuk membayar iuran dan mengumpulkan iuran tenaga kerjanya, tetapi ternyata
terlambat membayarkan kepada Badan Penyelenggara dari waktu yang ditentukan,
dapat diwajibkan membayar tambahan presentase pembayaran yang diperhitungkan
dengan keterlambatannya.
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Ayat (1)
Dalam rangka memberikan pelayanan, acara cepat kepada
tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan, maka Badan Penyelenggara perlu segera
mengadakan perhitungan, dan secepatnya membayarkan jaminan dimaksud kepada yang
berhak.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Dalam hal ketetapan Menteri belum ada, maka untuk
mempercepat dan memperlancar pemberian Jaminan Kecelakaan Kerja kepada tenaga
kerja, maka Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan menetapkan sementara kecelakaan
kerja, dan besarnya jaminan setelah memperoleh pertimbangan dokter penasihat,
sedangkan penetapan akhir oleh Menteri.
Yang dimaksud dengan dokter penasihat adalah dokter yang
ditunjuk oleh Menteri Kesehatan atas usul dan diangkat oleh Menteri untuk
keperluan pelaksanaan Undang-undang ini.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Bentuk Badan Usaha Milik Negara sebagaimana dimaksud
adalah Perusahaan Perseroan (PERSERO).
Mengingat luasnya program dan besarnya jumlah kepesertaan
maka program jaminan sosial tenaga kerja bila dipandang perlu dapat
diselenggarakan oleh lebih dari satu Badan Usaha Milik Negara.
Ayat (3)
Mengingat Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja
melaksanakan program peningkatan perlindungan dan kesejahteraan tenaga kerja
yang dananya berasal dari iuran pengusaha dan tenaga kerja, maka Badan Usaha
Milik Negara yang diserahi tugas menyelenggarakan program jaminan sosial tenaga
kerja, sudah sewajarnya mengutamakan pelayanan kepada peserta di samping
melaksanakan prinsip solvabilitas, likuiditas, dan rentabilitas.
Dengan demikian Badan Penyelenggara dapat melaksanakan
kewajibannya dengan baik dan dapat membiayai kebutuhannya sendiri sebagai
perusahaan, sehingga tidak akan membebani anggaran belanja Negara.
Pasal 26
Yang dimaksud dengan tidak lebih dari 1 (satu) bulan
adalah setelah dipenuhinya syarat-syarat teknis dan administratif oleh
pengusaha dan atau tenaga kerja.
Pasal 27
Pemberian peranan kepada unsur tenaga kerja, unsur
pengusaha bersama-sama dengan unsur pemerintah dalam penyelenggaraan program
jaminan sosial tenaga kerja akan meningkatkan rasa ikut memiliki, dan rasa ikut
bertanggung jawab dalam rangka upaya menyukseskan penyelenggaraan program
jaminan sosial tenaga kerja, mengingat sebagian besar dari kekayaan yang
dimiliki oleh Badan Penyelenggara berasal dari iuran pengusaha dan tenaga
kerja.
Pasal 28
Upaya pengamanan kekayaan/asset Badan Penyelenggara dan
investasinya harus memenuhi syarat aman, memberikan hasil, memenuhi kewajiban
(likuid), dan diversifikasi dalam bentuk yang menguntungkan serta mencegah
risiko yang tidak diinginkan.
Mengingat program jaminan sosial tenaga kerja menyangkut
kepentingan tenaga kerja yang sebagian besar mereka yang berpenghasilan rendah,
maka upaya pengamanan kekayaan baik investasi, pengelolaan maupun penyimpanan
uang harus terjamin.
Pasal 29
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 32
Kelebihan pembayaran jaminan disengaja ataupun tidak
kepada yang berhak akibat kekeliruan penetapan perhitungan, oleh Badan
Penyelenggara atau Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan tidak dapat diminta kembali
mengingat keadaan sosial ekonomi tenaga kerja atau keluarganya.
Pasal 33
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan yang
mengatur program asuransi sosial tenaga kerja adalah semua peraturan
perundang-undangan yang mengatur Asuransi Kecelakaan Kerja, Tabungan Hari Tua
yang dikaitkan dengan Asuransi Kematian dan jaminan sosial tenaga kerja lainnya
yang selama ini telah dilaksanakan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Dengan berlakunya Undang-undang ini perusahaan yang telah
mempertanggungkan tenaga kerjanya pada program jaminan sosial tenaga kerja yang
lebih baik atau lebih tinggi, maka tenaga kerjanya tidak boleh dirugikan.
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA NOMOR : 3468
Tidak ada komentar:
Posting Komentar