RANCANGAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR … TAHUN …
TENTANG
KESETARAAN GENDER
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa
negara menjamin hak setiap orang untuk bebas dari perlakuan diskriminatif atas
dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan
diskriminatif sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia telah mengesahkan Konvensi
mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita (Convention
on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women) dengan Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1984 yang harus ditindaklanjuti pemenuhan hak-haknya dengan
pelaksanaan secara efektif;
c. bahwa penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan dimaksudkan untuk mewujudkan
kesetaraan gender, dilaksanakan dengan strategi pengarusutamaan gender di semua
bidang kehidupan dalam pembangunan nasional;
d. bahwa dalam masyarakat masih terjadi perlakuan
yang belum sepenuhnya mencerminkan pemenuhan hak asasi manusia, khususnya hak
perempuan, yang merupakan dampak berbagai bentuk diskriminasi terhadap
perempuan dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara;
e. bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, huruf b, huruf c,
dan huruf d perlu membentuk Undang-
Undang tentang Kesetaraan
Gender;
Mengingat : 1. Pasal
5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 27 ayat (1), Pasal 28, Pasal 28A, Pasal 28B, Pasal
28C, Pasl 28D, Pasal 28E, Pasal 28F, Pasal 28G, Pasal 28H, Pasal 28I, Pasal 28J,
Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33, Pasal 34 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk
Diskriminasi terhadap Wanita (Convention on the Elimination of All Forms of
Discrimination Against Women) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1984 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3277); (harus
masuk)
3. Undang-Undang Nomor 39
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886);
Dengan Persetujuan
Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG KESETARAAN GENDER.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang
dimaksud dengan:
1.
Gender adalah nilai-nilai sosial budaya yang dianut oleh masyarakat
setempat mengenai tugas, peran, tanggung jawab, sikap dan sifat yang dianggap
patut bagi perempuan dan laki-laki, yang dapat berubah dari waktu ke waktu.
2.
Kesetaraan Gender adalah kondisi dan posisi yang menggambarkan kemitraan
yang selaras, serasi, dan seimbang antara perempuan dan laki-laki dalam akses,
partisipasi, kontrol dalam proses pembangunan, dan penikmatan manfaat
yang sama dan adil di semua bidang kehidupan
3.
Diskriminasi berbasis gender adalah segala bentuk
diskriminasi yang didasarkan atas jenis kelamin yang dapat mengakibatkan
kerugian terutama bagi perempuan.
4.
Diskriminasi terhadap perempuan adalah segala bentuk pembedaan, pengucilan,
atau pembatasan, dan segala bentuk kekerasan yang dibuat atas
dasar jenis kelamin, yang mempunyai pengaruh atau tujuan untuk mengurangi atau
menghapuskan pengakuan, penikmatan manfaat atau penggunaan hak-hak asasi
manusia dan kebebasan-kebebasan pokok di bidang politik, ekonomi, sosial,
budaya, sipil atau bidang lainnya oleh perempuan, terlepas dari status
perkawinan mereka, atas dasar persamaan antara perempuan dan laki-laki.
5.
Pengarusutamaan Gender adalah strategi
yang dibangun untuk mengintegrasikan perspektif gender menjadi satu dimensi
integral dari perencanaan, penganggaran, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan
dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional, termasuk
penghapusan segala bentuk diskriminasi dan perlindungan terhadap perempuan
dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
6.
Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik
Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
7.
Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati/ Walikota, dan perangkat daerah
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
8.
Menteri adalah menteri yang membidangi urusan pemberdayaan perempuan dan
perlindungan anak.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Penyelenggaraan kesetaraan gender diwujudkan
berdasarkan asas:
a. kemanusiaan;
b. keadilan gender;
c. persamaan substantif;
d. non-diskriminasi;
e. perlindungan;
f. pemberdayaan;
g. partisipasi;
h. akuntabilitas; dan
i. kesinambungan.
Pasal 3
(1) Penyelenggaraan kesetaraan gender bertujuan untuk:
a. mewujudkan keadilan gender dalam
pemenuhan hak asasi manusia di segala
bidang kehidupan;
b. menghormati,
melindungi dan memenuhi hak asasi perempuan sebagai hak
asasi manusia;
b. menyelenggarakan tindakan-khusus-sementara untuk
mempercepat tercapainya persamaan substantif antara perempuan dan laki-laki di
segala bidang kehidupan;
d. menyelenggarakan upaya perlindungan
dan pemenuhan hak perempuan atas
kesehatan reproduksi;
- menghapus segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan; dan
- menghapus prasangka, kebiasaan dan segala praktik lainnya yang didasarkan atas inferioritas atau superioritas salah satu jenis kelamin atau berdasarkan peranan stereriotipe bagi perempuan dan laki-laki.
BAB III
KEWAJIBAN NEGARA
Pasal 4
(1) Negara wajib memberikan perlindungan dan menjamin
terwujudnya kesetaraan gender termasuk tindakan-khusus-sementara, yang mencakup akses, partisipasi, kontrol dalam proses
pembangunan dan penikmatan manfaat yang sama dan adil bagi perempuan dan
laki-laki dalam pembangunan nasional.
(2) Pemberian perlindungan dan penjaminan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh lembaga negara, lembaga pemerintahan, dunia
usaha dan swasta serta melibatkan partisipasi seluruh warga negara.
(3) Pemberian perlindungan dan penjaminan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) meliputi :
- peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan perempuan;
- peningkatan keterlibatan dan partisipasi aktif perempuan dalam semua
bidang kehidupan
- penghapusan segala bentuk diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan;
- penghapusan prasangka dan kebiasaan serta segala praktek lainnya yang memarjinalkan perempuan;
- peningkatan partisipasi masyarakat dalam mewujudkan kesetaraan gender ; dan
- perlindungan hak korban diskriminasi berbasis gender, atas kebenaran, keadilan dan pemulihan.
Pasal 5
(1) Lembaga negara dan lembaga pemerintahan
wajib menentukan strategi pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) melalui berbagai kegiatan yang sekurang-kurangnya meliputi:
- peningkatan pelaksanaan dan penguatan kelembagaan pengarusutamaan gender dalam semua bidang pembangunan;
- pelaksanaan tindakan-khusus-sementara untuk mewujudkan kesetaraan nyata antara perempuan
dan laki-laki;
- pemberdayaan masyarakat untuk mewujudkan kesetaraan gender; dan
- harmonisasi peraturan perundang-undangan dan perumusan kebijakan pembangunan berperspektif gender.
(2) Bagi Dunia usaha dan swasta
serta masyarakat wajib menentukan strategi
pelaksanaan melalui kegiatan
sekurang-kurangnya sebagaimana (yang) dimaksud
pada ayat (1) huruf a, b, dan huruf c.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian
perlindungan, penjaminan dan penentuan strategi serta pelaksanaan kegiatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 6
(1) Setiap lembaga negara dan lembaga pemerintahan melakukan
penelitian dan pengkajian untuk memastikan perspektif gender terintegrasi dalam peraturan
perundang-undangan dan perumusan kebijakan pembangunan.
(2) Hasil penelitian dan pengkajian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib dipublikasikan secara
luas kepada masyarakat.
Pasal 7
(1) Lembaga negara, lembaga pemerintahan, dunia usaha dan
swasta wajib melakukan pemantauan dan evaluasi hasil pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 dan Pasal 6.
(2) Dalam melakukan pemantauan dan evaluasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan kerja sama dan koordinasi.
(3) Menteri menetapkan pedoman pemantauan dan evaluasi secara nasional.
BAB IV
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA
NEGARA
Pasal 8
Setiap warga negara berhak :
- memperoleh kesempatan yang sama dan perlakuan yang adil untuk mendapatkan pemenuhan hak sipil, politik, ekonomi, sosial, budaya, dan bidang-bidang lainnya;
- mendapatkan perlindungan dan penjaminan melalui peraturan perundang-undangan yang tidak diskriminatif gender; dan
- mendapatkan perlindungan atas haknya sebagai korban dari segala bentuk diskriminasi dan kekerasan berbasis gender.
Pasal 9
(1) Kesempatan yang sama dan perlakuan yang adil sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 huruf a meliputi tetapi tidak terbatas pada hak:
- mempertahankan, mengganti, dan memperoleh kembali kewarganegaraannya;
- pemenuhan hak perempuan atas perlindungan kesehatan reproduksi;
- Hak pendidikan;
- Hak jaminan sosial;
- Hak ekonomi dan ketenagakerjaan;
- Hak partisipasi di bidang politik dan hubungan internasional;
- keterwakilan perempuan dalam proses dan lembaga perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan publik;
- perkawinan dan hubungan keluarga; dan
- proses dalam penegakan hukum.
(2) Hak-hak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku juga bagi perempuan pedesaan dan perempuan kepala
keluarga.
Pasal 10
Setiap warga negara wajib:
- memberikan informasi yang benar dan bertanggung jawab kepada pihak yang berwenang jika mengetahui terjadinya diskriminasi berbasis gender;
- mencegah terjadinya diskriminasi berbasis gender; dan
- melakukan upaya perlindungan korban diskriminasi berbasis gender.
Pasal 11
Kewajiban warga negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dilaksanakan
dengan cara:
- meningkatkan pemberdayaan anggota masyarakat untuk memahami, menghormati, dan memenuhi hak perempuan sebagai hak asasi manusia ;
- menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan masyarakat untuk menghapus diskriminasi berbasis gender;
- menumbuhkan sikap tanggap anggota masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial; dan
- memberikan pendapat, dan saran-saran tindak lanjut penanganan pelanggaran hak perempuan.
BAB V
PENGARUSUTAMAAN GENDER
Pasal 12
(1) Lembaga negara, lembaga pemerintahan, masyarakat, dunia usaha dan swasta wajib menggunakan pengarusutamaan
gender dalam melaksanakan tugas, fungsi dan kewenangannya.
(2) Pengarusutamaan gender sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dalam perumusan kebijakan dan program yang dimulai dari tahapan perencanaan,
penganggaran, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi, sampai dengan pelaporan.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
wajib diintegrasikan ke dalam setiap pendidikan dan pelatihan bagi aparatur lembaga negara, pemerintahan dan pemerintahan daerah, masyarakat, dunia usaha dan swasta.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan
pengarusutamaan gender sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ayat (2) dan ayat (3)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 13
(1) Untuk menjamin terselenggaranya pelaksanaan
pengarusutamaan gender yang efektif oleh lembaga negara, lembaga pemerintahan, masyarakat, dunia usaha dan swasta, serta lembaga
lain wajib dilakukan pengawasan.
(2) Pengawasan atas dilaksanakannya pengarusutamaan gender yang efektif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan secara berjenjang sesuai dengan kewenangan
masing-masing lembaga negara, lembaga pemerintah, masyarakat, dunia usaha dan swasta.
(3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sekurang-kurangnya meliputi pemantauan, evaluasi dan pelaporan.
(4) Hasil pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dikonsolidasi menteri koordinator yang membidangi kesejahteraan rakyat.
(5) Hasil konsolidasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat
disampaikan kepada Menteri untuk dilakukan analisis guna penyempurnaan
kebijakan dan pelaksanaan pengarusutamaan gender.
Pasal 14
(1) Pimpinan lembaga negara, lembaga pemerintahan, masyarakat,
dunia usaha dan swasta wajib melaksanakan dan bertanggung jawab atas pemantauan
dan evaluasi pelaksanaan pengarusutamaan gender sesuai dengan tugas, fungsi dan
kewenangan masing-masing.
(2) Masing-masing pimpinan bertanggung jawab atas hasil
pemantauan dan evaluasi yang dilakukan dan hasilnya dapat diumumkan kepada
masyarakat.
Pasal 15
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyampaikan
laporan pelaksanaan pengarusutamaan
gender kepada Menteri.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat hasil
pemantauan dan evaluasi yang sekurang-kurangnya mengenai
a. kebijakan
mengenai kesetaraan gender dan implementasinya;
b. distribusi kesetaraan gender
di setiap kategori atau jenis pekerjaan; dan
- hal lain yang dianggap penting dalam upaya mewujudkan kesetaraan gender.
(3) Pelaporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan secara berjejaring
antarlembaga.
Pasal 16
(1) Menteri
melaporkan hasil analisis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) dan
Pasal 14 secara berkala sekurang-kurangnya satu kali dalam satu tahun kepada
Presiden.
(2) Laporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat meliputi:
a. hasil-hasil yang telah dicapai dalam pelaksanaan
pengarusutamaan gender
b. hambatan yang terjadi;
c. upaya yang telah dilakukan dalam mengatasi hambatan yang
terjadi dan rencana kedepan; dan
d. hal-hal lain yang dianggap penting dalam upaya mewujudkan
kesetaraan gender.
Pasal 17
(1)
Dalam hal hasil analisis
pengarusutamaan gender belum menunjukkan terwujudnya kesetaraan gender, maka lembaga
negara, lembaga pemerintahan, masyarakat, dunia usaha dan
swasta wajib
mengambil langkah-tindak untuk perwujudan kesetaraan gender melalui
kesempatan yang sama dan adil sebagaimana ditentukan dalam Pasal 9.
(2) Segala
biaya untuk melaksanakan langkah-tindak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dibebankan pada masing-masing lembaga.
(3)
BAB VI
PARTISIPASI MASYARAKAT
Pasal 18
(1) Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau
tertulis dalam upaya mewujudkan pemberdayaan masyarakat dan mewujudkan kesetaraan gender, serta melakukan upaya pengarusutamaan
gender.
(2) Partisipasi masyarakat dilakukan dengan jalan memantau
program dan kebijakan yang dikeluarkan oleh lembaga negara, pemerintah, dan pemerintah
daerah, masyarakat, dunia usaha, dan swasta atau lembaga lain dalam melaksanakan
pengarusutamaan gender.
(3) Media sebagai kelompok masyarakat
yang strategis untuk mempromosikan pemahaman tentang kesetaraan gender
bertanggung jawab untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan dukungan
masyarakat untuk mewujudkan kesetaraan gender melalui pengarusutamaan gender.
(4) Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap
Undang-Undang ini atau peraturan perundang-undangan terkait,
masyarakat berhak melaporkan atau mengadukan
kepada pejabat yang berwenang atau lembaga-lembaga yang menangani keluhan/ pengaduan
atas pelanggaran kesetaraan gender.
(5) Ketentuan mengenai pelaksanaan partisipasi masyarakat,
tata cara pengaduan atau pelaporan dan penanganan, pengembangan sistem
informasi tentang kondisi kesetaraan gender diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VII
PENGHARGAAN DAN SANKSI
Pasal 19
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah memberikan penghargaan
bagi lembaga negara, lembaga pemerintahan, masyarakat, dunia usaha dan swasta yang telah melaksanakan pengarusutamaan gender
dan memenuhi kriteria untuk mewujudkan kesetaraan gender.
(2) Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandai
dengan semakin membaiknya kondisi dan posisi perempuan di berbagai bidang
pembangunan dan efektifnya pelaksanaan peraturan perundang-undangan, kebijakan dan
program yang responsif gender.
(3) Menteri menetapkan pedoman pemberian penghargaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 20
(1) Lembaga negara, lembaga pemerintah, masyarakat, dunia usaha dan swasta, yang diberikan
tanggung jawab untuk melaksanakan pengarusutamaan gender, tetapi tidak melaksanakan pengarusutamaan gender, dapat dikenai sanksi
administratif atau pemberian disinsentif yang dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat berupa teguran lisan, teguran tertulis, denda administratif, dan sanksi
administratif lainnya.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif atau
pemberian disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 21
(1) Setiap orang yang melanggar atau tidak melaksanakan
kesetaraan gender, dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam hal tindak pidana yang ditentukan dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana dan undang-undang lain dilakukan oleh seseorang yang
dilatarbelakangi oleh diskriminasi gender, maka pidananya dapat ditambah
sepertiga dari ancaman maksimum pidana yang diancamkan dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana dan undang-undang lain tersebut.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku juga
bagi korporasi.
(4)
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 22
Peraturan pelaksanaan Undang-Undang
ini harus sudah ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun sejak diundangkannya
Undang-Undang ini.
Pasal 23
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada
tanggal
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
PATRIALIS AKBAR
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK
INDONESIA TAHUN … NOMOR .....
PENJELASAN
ATAS
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR........
TAHUN.......
TENTANG
KESETARAAN
GENDER
I. UMUM
Setiap manusia, baik laki-laki maupun perempuan, termasuk
anak laki-laki dan anak perempuan pada dasarnya mempunyai hak asasi yang sama
dan merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa, yang wajib dihormati, dijunjung
tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah demi kehormatan dan
perlindungan harkat dan martabat manusia tanpa diskriminasi. Negara, utamanya
lembaga negara dan lembaga pemerintah, wajib bertanggung jawab atas penghormatan,
perlindungan, pemajuan, dan pemenuhan hak asasi manusia bagi kesejahteraan
keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
Indonesia sebagai negara, yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah menjamin setiap warga negara,
baik laki-laki maupun perempuan, bahwa kedudukannya bersamaan di hadapan hukum
dan pemerintahan; menjamin hak setiap warga
negara untuk mendapatkan perlindungan dan bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif.
Komitmen Indonesia tersebut ditegaskan dengan telah
meratifikasi Konvensi PBB, Convention on the Elimination of All Forms
Discrimination Against Women (CEDAW)
dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi mengenai
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita (Lembaran Negara Tahun
1984 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3277) yang merupakan
satu-satunya instrumen hukum internasional yang paling komprehensif , dinamis
dan progresif, yang khusus dibentuk untuk mempromosikan dan melindungi hak
perempuan secara menyeluruh dan sistematis, sekaligus memberikan kewajiban
kepada negara untuk memenuhi hak perempuan dengan capaian hasil nyata. Hak
tersebut wajib dipenuhi sejak dalam kandungan
sampai akhir hayat.
Konvensi tersebut menentukan kewajiban Negara untuk
mewujudkan kesetaraan gender dalam akses dan kesetaraan dalam menikmati manfaat
dari hasil pembangunan. Jaminan untuk
penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak perempuan sebagai asasi
manusia sebagaimana telah dinyatakan dalam Pasal 45 Undang-Undang Nomor 39
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia bahwa ”Hak wanita dalam Undang-Undang ini
adalah hak asasi manusia”.
Pelaksanaan untuk penegakan dan pencapaian perwujudan kesetaraan
gender, bukan saja secara de jure harus ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan tetapi secara de facto pun wajib diwujudkan dengan
pendekatan yang berperspektif gender, khususnya dalam rangka meningkatkan
kedudukan, peran, dan kualitas hidup perempuan dalam rangka mewujudkan keadilan
dan kesetaraan gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Untuk itu, pemerintah Indonesia memandang perlu menentukan strategi
pengarusutamaan gender ke dalam seluruh proses pembanguan nasional, yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan fungsional semua lembaga
negara, lembaga pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah. Peran serta masyarakat merupakan dorongan yang
efektif dan lebih mengoptimalkan upaya pengarusutamaan gender secara terpadu
dan terkoordinasi, dengan mengintegrasikan dan merupakan bagian integral dalam
tahapan perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas
kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif gender sesuai
dengan bidang tugas dan fungsi serta kewenangan masing-masing lembaga dan
masyarakat.
Untuk menjalankan kebijakan dan program pembangunan di
atas, perlu dasar hukum yang kuat, yakni dengan membentuk undang-undang. Selama
ini, dalam kenyataannya selain belum
adanya ketentuan perundang-undangan yang mewajibkan semua lembaga negara untuk
melaksanakan strategi pengarusutamaan gender, lembaga pemerintah dan pemerintah
daerah pun masih belum sepenuhnya melaksanakan pelaksanaan pengarusutamaan
gender di dalam pembangunan nasional sebagaimana telah diinstruksikan oleh
Presiden. Beberapa hal yang menghambat dalam implementasinyanya, antara lain,
lemahnya pemahaman mengenai konsep
gender dan strategi pengarusutamaan gender, belum kuatnya komitmen pimpinan
suatu lembaga pemerintah dan pemerintah daerah termasuk jajarannya tentang
manfaat pengarusutamaan gender bagi kesejahteraan bangsa dan negara. Hal ini
sangat memperlambat jalannya proses pembangunan yang hasilnya diharapkan dapat
dirasakan adil dan bermanfaat bagi seluruh warga negara Indonesia, baik
laki-laki maupun perempuan.
Berdasarkan uraian tersebut, upaya untuk terus
mempromosikan, menghormati, melindungi, memenuhi dan mewujudkan kesetaraan
gender yang adil baik bagi laki-laki maupun perempuan di segala bidang kehidupan
dan seluruh bidang pembangunan, maka sudah saatnya sistem dan mekanisme
pelaksanaan pengarusutamaan gender dalam proses pembangunan nasional, penekanan
terhadap pentingnya pengintegrasian perspektif gender dalam proses pembentukan
peraturan perundang-undangan, pembentukan hukum dan proses penegakkan hukum
yang responsif gender dalam rangka mewujudkan prinsip-prinsip negara hukum yang
demokratis, pengawasan keuangan negara melalui perencanaan dan penganggaran
yang responsif gender, utamanya sebagai penegakkan prinsip kewajiban negara
baik secara de jure maupun de facto dalam mewujudkan keadilan dan
kesetaraan gender dalam masyarakat Indonesia, maka perlu dibentuk suatu
pengaturan yang komprehensif dalam Undang-Undang tentang Kesetaraan Gender untuk
mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender di segala bidang kehidupan masyarakat
Indonesi melalui penegasan peran dan fungsi
pada masing-masing lembaga tinggi negara, yakni lembaga eksekutif,
legislatif dan yudikatif.
Undang-Undang ini pada dasarnya melengkapi peraturan
perundang-undangan yang sudah ada dan Undang-Undang ini sekaligus sebagai
undang-undang payung (umbrella act). Undang-Undang ini mengatur mengenai
hak warga negara dan kewajiban negara untuk mewujudkan kesetaraan gender. Undang-Undang
ini juga mengatur mengenai pengarusutamaan gender yang wajib dilaksanakan oleh
negara, pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, dunia usaha, dan swasta.
Untuk lebih implementatif, Undang-Undang ini mengatur mengenai partisipasi
masyarakat, penghargaan serta sanksi.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Huruf a
Yang dimaksud dengan “asas kemanusiaan” adalah bahwa setiap kebijakan, sikap dan langkah-tindak
dalam segala bidang kehidupan harus mencerminkan perlindungan dan
penghormatan terhadap hukum dan hak asasi manusia serta harkat dan martabat
setiap warga negara, utamanya perempuan yang jumlah lebih dari separuh penduduk
Indonesia.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “asas keadilan gender” adalah bahwa setiap kebijakan,
sikap dan langkah-tindak dalam segala bidang kehidupan harus mencerminkan
keadilan dalam akses, partisipasi, kontrol dan penikmatan manfaat dalam
pembangunan nasional bagi setiap warga negara, tanpa kecuali.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “asas persamaan substantif” adalah bahwa setiap kebijakan,
sikap dan langkah-tindak dalam segala bidang kehidupan harus bertujuan memenuhi
hak asasi manusia, merealisasi pemenuhan
kebutuhan hidup dan aspirasi yang berbeda antara perempuan dan laki-laki, yang disebabkan
karena kodrat yang berbeda.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “asas non-diskriminasi” adalah bahwa setiap kebijakan,
sikap dan langkah-tindak dalam segala bidang kehidupan harus mencerminkan
pengakuan, penghormatan dan pemajuan hak asasi manusia serta kesetaraan gender
yang adil.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “asas perlindungan” adalah bahwa setiap kebijakan,
sikap dan langkah-tindak dalam segala bidang kehidupan harus mencerminkan
pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia, khususnya perlindungan
hak asasi manusia bagi perempuan dan anak perempuan.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “asas pemberdayaan” adalah bahwa setiap kebijakan,
sikap dan langkah-tindak dalam segala bidang kehidupan harus mencerminkan
adanya perolehan pengetahuan, pemahaman, pengalaman, kemampuan dan kemandirian bagi
perempuan dan laki-laki dalam memutuskan tingkat partisipasinya sebagai
warganegara dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat berbangsa dan bernegara.
Huruf g
Yang dimaksud dengan “asas partisipasi” adalah bahwa setiap kebijakan,
sikap dan langkah-tindak dalam segala bidang kehidupan mencerminkan terbukanya akses
secara luas, kesetaraan kesempatan berpartisipasi
serta kontrol dalam penikmatan manfaat yang adil antara perempuan dan laki-laki.
Huruf h
Yang dimaksud dengan “asas akuntabilitas” adalah bahwa setiap kebijakan, sikap dan
langkah-tindak dalam segala bidang kehidupan mencerminkan tanggung jawab yang memungkinkan
bagi perempuan dan laki-laki sebagai pemilik-hak untuk menuntut haknya, dan memastikan
bahwa Negara sebagai pemangku-kewajiban memenuhi tanggung jawabnya.
Huruf i
Yang dimaksud dengan “asas kesinambungan” adalah bahwa setiap kebijakan,
sikap dan langkah tindak yang dilakukan secara terus menerus dalam perwujudan
kesetaraan gender.
Pasal 3
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “tindakan-khusus-sementara” adalah mendapatkan kemudahan
dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna
mencapai persamaan dan keadilan.
Huruf c
Yang
dimaksud dengan “ kesehatan reproduksi” adalah kondisi sehat manusia yang
menyeluruh secara fisik, mental dan sosial pada saat menjalankan fungsi dan
proses reproduksinya, selama kehamilan, persalinan dan pasca persalinan, selama
menyusui dengan Air Susu Ibu (ASI), termasuk pelayanan Keluarga Berencana (KB).
Huruf d
Segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan dapat berbentuk kekerasan
terhadap perempuan, pelecehan seksual, eksploitasi, pelacuran, perdagangan
perempuan dan anak perempuan,
Huruf e
Terhapusnya prasangka, kebiasaan dan segala praktik lainnya dalam ketentuan
ini adalah mengubah pola tingkah laku
sosial budaya perempuan dan laki-laki, yang dapat berakibat pada termarjinalisasinya
perempuan.
Yang dimaksud praktik lainnya, antara lain, pelarangan bagi perempuan untuk
mengkonsumsi makanan tertentu yang sebenarnya merupakan asupan gizi,
Pasal 4
Ayat (1)
Lihat penjelasan Pasal 3 huruf b.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 5
Ayat (1)
Lembaga negara dalam ketentuan ini antara lain Dewan Perwakilan Rakyat
sebagai pembentuk undang-undang atau
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagai pembentuk peraturan daerah, Dewan
Perwakilan Daerah dalam mewakili aspirasi daerah, Mahkamah Agung, dan Mahkamah
Konstitusi sebagai lembaga negara yang berwenang melakukan judicial review,
Ombudsman Republik Indonesia sebagai Lembaga Negara yang menangani pengaduan
terkait dengan maladministrasi.
Lembaga pemerintahan dalam ketentuan ini antara lain Kementerian Dalam
Negeri, Kementerian Keuangan, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan
kementerian terkait.
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Kesetaraan nyata (de-facto) dalam ketentuan ini misalnya: pemenuhan
hak dalam pelayanan kesehatan reproduksi perempuan, pemenuhan keterwakilan
perempuan sekurang-kurangnya 30% dalam
lembaga-lembaga perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan publik.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan perspektif gender adalah diketahui dan dipahami adanya
kesenjangan kedudukan dan peranan perempuan dan laki-laki, serta akar
permasalahannya, dan berkeyakinan bahwa kesenjangan itu harus ditanggulangi.
Ayat (2)
Masyarakat dalam ketentuan ini antara lain lembaga swadaya masyarakat
(LSM), akademisi, organisasi masyarakat sipil, organisasi
profesi/keahlian, organisasi keagamaan, serta media massa.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 6
Ayat (1)
Kelompok kerja yang dimaksud bertugas menyusun dan mengembangkan analisis
gender yang meliputi:
a. analisis data terpilah dan statistik gender;
b. kajian tentang akar permasalahan terjadinya kesenjangan
gender; dan
c. indikator gender.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan yang tidak diskriminatif
gender adalah peraturan
perundang-undangan yang tidak menimbulkan akibat baik langsung maupun tidak
langsung termarjinalisasinya perempuan. Misalnya : peraturan
perundang-undangan yang merugikan hak
dan kedudukan perempuan, tidak jelas rumusannya sehingga berpotensi tidak
dipenuhinya hak asasi perempuan serta membatasi ruang gerak perempuan.
Huruf c
Yang dimaksud dengan kekerasan berbasis gender, antara lain
tindakan-tindakan yang mengakibatkan kerugian atau penderitaan fisik, mental
dan seksual atau ancaman-ancaman, paksaan dan perampasan kebebasan lainnya
berdasarkan jenis kelamin .
Dalam kekerasan berbasis gender termasuk pula kekerasan
yang dilakukan oleh pejabat publik, organisasi atau dunia usaha, swasta dan media Berdasarkan hukum
internasional dan kovenan khusus hak asasi manusia, negara bertanggung jawab
atas tindakan-tindakan oleh orang perseorangan. Jika mereka tidak bertindak
secara tegas untuk .......... pelanggaran hak, atau menyelidiki serta menghukum
dan memberi ganti rugi atas tindak kekerasan itu.
Negara bertanggung jawab atas tindakan-tindakan oleh orang perseorangan, termasuk
juga pembiaran dan kalalaian melakukan pencegahan terjadinya pelanggaran hak atau menyelidiki serta
menghukum dan memberikan ganti rugi atas tindakan-tindakan kekerasan itu.
Pasal 9
Ayat (1)
Huruf a
Perempuan berhak untuk mempertahankan, mengganti, atau memperoleh kembali
kewarganegaraannya. Perkawinan perempuan warga negara Indonesia dengan
laki-laki warga Negara asing, tidak dengan sendirinya mengubah
kewarganegaraannya. Anak-anak hasil perkawinan perempuan WNI dengan laki-laki
WNA, dan perempuan WNA yang kawin dengan laki-laki WNI, berkewarganegaraan
ganda sampai umur 18 tahun.
Huruf b
Di bidang kesehatan, menjamin diperolehnya pelayanan kesehatan termasuk
pelayanan yang bersifat promotif,
preventif, kuratif, terutama yang
terkait dengan penyakit menular seperti HIV/AIDS, penyakit menular seksual dan
penyakit sejenis lainnya. Berkaitan
dengan perlindungan fungsi reproduksi perempuan menjadi kewajiban untuk
menjamin bahwa perempuan mendapat pelayanan yang layak berkaitan dengan
kehamilan, persalinan dan masa sesudah persalinan, dengan memberikan pelayanan
cuma-cuma di mana perlu, serta pemberian makanan bergizi yang cukup selama
kehamilan dan masa menyusui dengan ASI, termasuk pula menjamin diperolehnya
pelayanan kesehatan yang berhubungan dengan keluarga berencana.
Huruf c
Kewajiban untuk memberikan hak yang sama
kepada anak perempuan untuk mendapatkan pendidikan berkelanjutan mulai
dari taman kanak-kanak sampai dengan preguruan tinggi di semua bidang ilmu
pengetahuan dan teknik. Mengurangi sebanyak mungkin jumlah anak perempuan yang
putus sekolah.
Selain itu, beberapa hal yang perlu diperhatikan, yakni:
1. anak perempuan dan laki-laki mempunyai hak untuk
memperoleh pendidikan berkelanjutan di semua bidang dan di semua tingkatan,
mulai dari pendidikan keluarga sampai dengan pendidikan tinggi;
2. anak perempuan dan laki-laki mempunyai kesetaraan dalam
akses, partisipasi dan perolehan manfaat di semua bidang pendidikan, formal
maupun informal, termasuk pendidikan pelatihan dan kejuruan, ilmu pengetahuan
dan teknologi:
3. memasukkan perspektif gender dalam sistem dan pengembangan kurikulum termasuk metode dan
alat belajar mengajar di semua tingkat pendidikan;
4. menghasilkan keahlian di bidang analisis dan kajian
gender melalui program studi gender di tingkat akademik, misalnya Pusat Studi Wanita/Gender
di universitas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Di bidang ketenagakerjaan, perempuan berhak:
a) untuk bekerja sebagai hak asasi manusia;
b) atas kesempatan kerja yang sama, termasuk penerapan
kriteria seleksi yang sama dalam penerimaan pegawai;
c) hak untuk memilih dengan bebas profesi dan pekerjaan, hak
untuk kenaikan pangkat, jaminan kerja dan semua tunjangan dan fasilitas kerja,
hak untuk memperoleh latihan kejuruan dan latihan uang termasuk masa kerja
sebagai magang, latihan kejuruan lanjutan dan latihan ulang;
d) hak untuk menerima upah yang sama, termasuk
tunjangan-tunjangan, baik untuk perlakuan yang sama sehubungan dengan pekerjaan
yang sama nilainya, maupun persamaan perlakuan dalam penilaian kualitas
pekerjaan;
e) hak atas jaminan sosial, khususnya dalam hal pensiun,
pengangguran, sakil, cacat, lanjut usia, serta lain-lain ketidakmampuan untuk
bekerja, hak atas cuti yang dibayar;
f) hak atas perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja,
termasuk perlindungan fungsi reproduksi.
Undang-Undang ini juga mencegah
diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan atas dasar perkawinan atau
kehamilan dan untuk menjamin hak efektif
mereka untuk bekerja:
a) melarang dengan dikenakan sanksi, pemecatan atas dasar
kehamilan atau cuti hamil dan diskriminasi dalam pemberhentian atas dasar
status perkawinan;
b) untuk cuti hamil dengan bayaran atau dengan tunjangan
sosial yang sebanding tanpa kehilangan pekerjaan semula;
c) untuk mendorong disediakannya pelayanan sosial yang perlu
guna memungkinkan para orangtua menggabungkan kewajiban keluarga dengan
tanggung jawab pekerjaan dan partisipasi dala kehidupan masyarakat, khususnya
dengan meningkatkan pembentukan dan pengembangan suatu janringan tempat
penitipan anak;
d) untuk memberi perlindungan khusus kepada perempuan selama
kehamilan dalam jenis pekerjaan yang terbukti berbahaya bagi mereka.
Hak ekonomi perempuan antara lain adalah :
a) hak yang sama dalam pinjaman bank, agunan dan
bentuk-bentuk lain kredit finansial;
b) hak yang sama dalam semua aspek pemilikan harta kekayaan
(property ownership) dan kontrol, termasuk akses dan kontrol pada
perumahan murah. (affordable housing).
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Hak dalam perkawinan dan hubungan keluarga:
1. Hak yang sama untuk memasuki jenjang perkawinan;
2. Hak dan tanggung jawab yang sama dalam masa perkawinan
dan pemutusan perkawinan;
3. Hak dan tanggung jawab
bersama sebagai orangtua dari anak-anaknya,
4. Hak dan tanggung jawab yang sama antara suami dan istri
bertalian dengan pemilikan, perolehan, pengelolaan, administrasi, penikmatan
dan pemindahtanganan harta benda, baik harta pemilikan masing-masing maupun
harta bersama yang diperoleh selama perkawinan .
- Larangan perkawinan usia dini, di bawah 18 tahun baik
untuk laki-laki dan untuk perempuan.
- Penjarakan
kelahiran anak.
- Kewajiban pencatatan perkawinan dan kelahiran anak.
Yang dimaksud dengan ”organisasi lain” misalnya perguruan tinggi, sekolah,
dan perguruan lainnya, termasuk organisasi sosial dan politik.
Bidang-bidang lain yang terkait dengan peran gender, misalnya, pimpinan
organisasi sosial, lingkungan keluarga, sekumpulan budaya dan adat istiadat.
Huruf i
Dalam proses penegakan hukum dalam ketentuan ini diharapkan tidak lagi
terjadi diskriminasi terhadap perempuan dan laki-laki dilihat dari sudut penanganan
dan perlindungan terhadap pelaku dan korban, termasuk implementasi yang
bersifat diskriminatif berdasarkan penafsiran yang keliru atau penerapan dari
ketentuan peraturan perundang-undangan yang diskriminatif.
Ayat (2)
Hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya pada perempuan pedesaan
dan perempuan kepala keluarga dalam Undang-Undang ini diutamakan pemenuhan
kebutuhannya dan hak asasinya karena pada umumnya kelompok ini lebih tertinggal dalam kesejahteraannya dan
masih sangat rendahnya akses pelayanan publik
a)
Undang-Undang ini juga menjamin bahwa
perempuan pedesaan dan perempuan
kepala keluarga mempunyai: hak untuk dipilih dan memilih di lembaga/badan
perwakilan;
b)
hak untuk berpartisipasi dalam perumusan kebijakan dan implementasi
kebijakan pemerintah;
c)
hak untuk ditunjuk dalam kedudukan di
lembaga publik dan melaksanakan fungsi publik di setiap tingkat pemerintahan;
d)
hak untuk berpartisipasi dalam organisasi masyarakat sipil (civil
society organization) dan asosiasi yang memberikan perhatian pada kehidupab
publik dan politik negaranya; dan
e)
kesempatan yang sama untuk mewakili negaranya di tingkat internasional dan
bekerja di organisasi/badan internasional. Termasuk juga ada jaminan untuk
merekrut dan melatih calon-calon perempuan, melakukan kampanye yang ditujukan
untuk membangun kesetaraan gender pada semua tingkat lembaga/badan publik, dan
apabila perlu menentukan “kuota” bagi perempuan untuk ditunjuk dalam kedudukan
di lembaga/badan publik.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Ayat (1)
Ketentuan ini dimaksudkan agar semua lembaga negara, pemerintah, dan
pemerintah daerah, masyarakat, dunia usaha dan swasta untuk melaksanakan suatu
strategi PUG mulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan yang
menempatkan perempuan dan laki-laki menjadi pertimbangan utama dalam setiap
perumusan kebijakan dan pelaksanaan kegiatan pembangunan. Setiap perumusan
tersebut diharapkan dapat bersinergi satu sama lain sesuai dengan semangat
kekeluargaan dan gotong royong
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Ayat (1)
Laporan pelaksanaan PUG dalam ketentuan ini akan digunakan untuk mengetahui
pencapaian berbagai komitmen internasional antara lain Convention on the
Elimination of All Forms of Discrimination Against Women (CEDAW), Beijing
Platform for Actions (BPFA), dan Millennium Development Goals (MDGs).
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Pengembangan sistim informasi antara lain adalah akses bagi masyarakat oleh
pemerintah, termasuk informasi untuk memberdayakan masyarakat dalam memahami hak
asasi perempuan sebagai hak asasi manusia.
Pasal 19
Ayat (1)
Kriteria dalam ketentuan ini didasarkan pada komitmen dan
kebijakan pimpinan lembaga beserta kebijakan yang ditetapkannya. Di dalamnya
juga tersedia jajaran yang mampu menganalisis data gender dengan baik sehingga
terpenuhinya indikator kesetaraan gender, termasuk bagaimana menyusun anggaran
yang yang berbasis gender atau responsif gender.
Ayat (2)
Cukup Jelas.
Ayat (3)
Cukup Jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN
NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR........
Tidak ada komentar:
Posting Komentar